di copas dari : http://www.beritaterheboh.com/2020/01/ogah-pakai-cara-anies-hanya-andalkan.html
Beritaterheboh.com - Banjir yang merendam rumah warga di kawasan Rawajati, Pancoran, Jaksel sudah surut. Sistem peringatan dini untuk memberitahu warga soal banjir salah satunya dilakukan lewat grup WhatsApp (WAG).
"Kita lihat di HP saja, oh Katulampa tinggi, Depok tinggi. Kita pada turun pada keluar, lewat grup, lewat grup RT, grup RW," kata Ketua RT 04 RW 07 Rawajati, Sumarni kepada wartawan, Sabtu (18/1/2020).
Sumarni kaget saat banjir mulai merendam Rawajati pada pagi tadi. Dia langsung menginformasikan munculnya genangan air lewat WAG.
"Terus langsung ngasih tahu tetangga, terus lewat grup," kata Sumarni.
Sementara itu, Ketua RW 07 Rawajati, Sari, juga mengandalkan laporan naiknya muka air di sungai lewat WAG. Dari grup, warga sudah bisa mengantisipasi bila banjir meninggi.
"Terima laporan lewat grup. Grup warga ngasih tahu ini sudah naik, jadi warga lainnya juga sudah mengantisipasi ya," kata Sari.
Menurut Sari, peringatan dini banjir lewat WAG lebih cepat terinformasikan dibanding dengan pengeras suara.
"Kita juga punya grup tanggap bencana. Tanggap bencana itu yang lebih luas lagi. Di situ ada RT ada tokoh masyarakat ada Pak lurah, ada Babinsa segala macem di situ di tanggap bencana. Di tanggap bencana itu menginfokan ketinggian air di Katulampa, Manggarai, Depok. Nah itu menjadi acuan kita," kata Sari.
"Kita (dengan WAG) lebih milenial daripada toa," imbuh dia.
Selama ini, pemberitahuan banjir menurut Sari efektif dilakukan lewat WAG. Di grup itu pun terdapat pasukan oranye.
"Itu sekelurahan Rawajati punya grup. Setiap RW ada PPSU-nya, jadi kita lebih tanggap daripada toa ya. Kalau otoa jadi berisik ya ke mana- mana, jadi sistemnya kaya gitu," papar Sari.
Warga Rawajati menurutnya tidak berpatokan pada hujan deras untuk memprediksi banjir. Warga setempat hanya melihat tinggi muka air sungai untuk mengantisipasi banjir.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumyna mengevaluasi SOP penanganan banjir. Salah satu fokusnya terkait peringatan dini.
Menurut Anies, pemberitahuan banjir kepada masyarakat selama ini dilakukan berjenjang dari kelurahan. Sistem ini yang dipangkas Anies.
"Kelurahan bukan (disampaikan) ke RW, RT, tapi langsung ke masarakat. Berkeliling dengan membawa toa unuk memberi tahu semuanya, termasuk sirine," kata Anies, Rabu (8/1).
Sementara itu BPBD DKI Jakarta berencana memasang enam unit disaster warning system (DWS) senilai Rp 4,073 miliar pada 2020. Meski berbentuk menara pengeras suara, DWS dijadikan sistem peringatan dini unuk banjir.
"DWS ini akan memberikan informasi berupa suara petugas BPBD yang dapat menjangkau hingga radius 500 meter. DWS ini akan beroperasi jika tinggi muka air berada pada Siaga III," ujar Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD DKI Jakarta, M Ridwan dalam keterangannya, Jumat (17/1). (fdn/fdn/detik.com)
"Kita lihat di HP saja, oh Katulampa tinggi, Depok tinggi. Kita pada turun pada keluar, lewat grup, lewat grup RT, grup RW," kata Ketua RT 04 RW 07 Rawajati, Sumarni kepada wartawan, Sabtu (18/1/2020).
Sumarni kaget saat banjir mulai merendam Rawajati pada pagi tadi. Dia langsung menginformasikan munculnya genangan air lewat WAG.
"Terus langsung ngasih tahu tetangga, terus lewat grup," kata Sumarni.
Sementara itu, Ketua RW 07 Rawajati, Sari, juga mengandalkan laporan naiknya muka air di sungai lewat WAG. Dari grup, warga sudah bisa mengantisipasi bila banjir meninggi.
"Terima laporan lewat grup. Grup warga ngasih tahu ini sudah naik, jadi warga lainnya juga sudah mengantisipasi ya," kata Sari.
Menurut Sari, peringatan dini banjir lewat WAG lebih cepat terinformasikan dibanding dengan pengeras suara.
"Kita juga punya grup tanggap bencana. Tanggap bencana itu yang lebih luas lagi. Di situ ada RT ada tokoh masyarakat ada Pak lurah, ada Babinsa segala macem di situ di tanggap bencana. Di tanggap bencana itu menginfokan ketinggian air di Katulampa, Manggarai, Depok. Nah itu menjadi acuan kita," kata Sari.
"Kita (dengan WAG) lebih milenial daripada toa," imbuh dia.
Selama ini, pemberitahuan banjir menurut Sari efektif dilakukan lewat WAG. Di grup itu pun terdapat pasukan oranye.
"Itu sekelurahan Rawajati punya grup. Setiap RW ada PPSU-nya, jadi kita lebih tanggap daripada toa ya. Kalau otoa jadi berisik ya ke mana- mana, jadi sistemnya kaya gitu," papar Sari.
Warga Rawajati menurutnya tidak berpatokan pada hujan deras untuk memprediksi banjir. Warga setempat hanya melihat tinggi muka air sungai untuk mengantisipasi banjir.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumyna mengevaluasi SOP penanganan banjir. Salah satu fokusnya terkait peringatan dini.
Menurut Anies, pemberitahuan banjir kepada masyarakat selama ini dilakukan berjenjang dari kelurahan. Sistem ini yang dipangkas Anies.
"Kelurahan bukan (disampaikan) ke RW, RT, tapi langsung ke masarakat. Berkeliling dengan membawa toa unuk memberi tahu semuanya, termasuk sirine," kata Anies, Rabu (8/1).
Sementara itu BPBD DKI Jakarta berencana memasang enam unit disaster warning system (DWS) senilai Rp 4,073 miliar pada 2020. Meski berbentuk menara pengeras suara, DWS dijadikan sistem peringatan dini unuk banjir.
"DWS ini akan memberikan informasi berupa suara petugas BPBD yang dapat menjangkau hingga radius 500 meter. DWS ini akan beroperasi jika tinggi muka air berada pada Siaga III," ujar Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD DKI Jakarta, M Ridwan dalam keterangannya, Jumat (17/1). (fdn/fdn/detik.com)