Nyesek! Pengakuan Anggota Kerajaan Agung Sejagat Purworejo: Semua, Termasuk Biaya Seragam Pakai Uang Sendiri

di copas dari : http://www.beritaterheboh.com/2020/01/nyesek-pengakuan-anggota-kerajaan-agung.html

Beritaterheboh.com - Seorang anggota Kerajaan Agung Sejagat berbagi kisahnya menjadi bagian dari keraton.

Lokasi Kerajaan Agung Sejagat ini terletak di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Anggota kerajaan bernama Puji ini mengaku bergabung dengan Kerajaan Agung Sejagat sejak 2015.

Awalnya, Puji diajak oleh Sinuhun atau Totok Santoso Hadiningrat.

Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat menurutnya adalah trah Eyang Hanyokrokusumo.

Tak sendiri, sang suami juga diajak bergabung oleh Sinuhun Totok Santoso.

Puji menjelaskan, tugasnya di Kerajaan Agung Sejagat itu sebagai penerima tamu di depan pintu masuk keraton.

Sementara, tugas dari suami Puji yaitu mencatat daftar hadir para pengunjung.

Puji menuturkan, Kerajaan Agung Sejagat ini memiliki anggota yang berasal dari berbagai daerah.


Menurutnya, anggota keraton di antaranya berasal dari Purbalingga dan Wonosobo.

Namun, ia mengatakan, anggota Kerajaan Agung Sejagat kebanyakan merupakan warga asli Purworejo.

Ia mengatakan, Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat sering kali menjelaskan sejarah dari Kerajaan Agung Sejagat.

"Nenek moyang saya menceritakan jika akan ada istilahnya 'pasar ilang kumandange'

dan percaya akan kedatangan Kaisar Sinuhun yang merupakan titisan keturunan eyang Majapahit," kata Puji, dikutip dari TribunJateng.com, Selasa (14/1/2020).

Para punggawa termasuk juga Puji percaya jika dulunya daerah Pogung yang saat ini dijadikan keraton tersebut dilewati sebuah kereta kencana dan merupakan bekas keraton.

"Makanya dipilih di sini karena ada kisah seperti itu. Bahasanya adalah ndililah atau kebetulan dan membuat para pengikut  percaya dengan panggilan alam," ungkap Puji.



Keramaian warga saat mengunjungi Kerajaan Keraton Agung Sejagat, pada Selasa (14/1/2020). (Permata Putra Sejati/Tribun Jateng)


Biaya Sendiri

Selanjutnya, Puji mengaku selama menjadi punggawa tidak ada iuran atau dana yang keluar selama masuk Kerajaan Agung Sejagat.

Menurutnya, uang yang ia keluarkan hanya uang bensin untuk perjalanan berangkat dan pulangnya.

"Paling kalau keluar uang kalau kita berangkat ke sini naik motor, bensinnya sendiri," jelas Puji.

Ketika ditanya terkait pembiayaan dalam sistem kerajaan, termasuk seragam, menurut Puji, semuanya menggunakan biaya sendiri.

"Tidak ada janji-janji, paling adalah wejangan seperti menceritakan sejarah Jawa, dan misinya adalah menyejahterakan masyarakat dalam hal sandang, pangan, papan," lanjut dia.

Warga foto bersama dengan punggawa Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) Purworejo pada Selasa (14/1/2020). (Permata Putra Sejati/Tribun Jateng)


Penolakan Warga

Mengutip TribunJateng.com, kehadiran Kerajaan Agung Sejagat ini telah membuat segenap perangkat desa mengambil sikap.

Ketua RT 3 RW 1, Dedi Mulyadi mengatakan, seluruh warga, tokoh, dan perangkat desa telah mengambil sikap menolak segala kegiatan yang mengganggu warga.

Keputusan tersebut diambil dalam pertemuan tokoh masyarakat, dan tokoh agama.

Para tokoh bertemu di Masjid Pandansari, mencari solusi atas ramai keberadaan keraton agung sejahat di lingkungan mereka.

"Awalnya adalah kedatangan batu cukup mengherankan warga. Lalu melakukan kegiatan tidak lazim dan sesaji yang begitu banyak," ujar Dedi kepada Tribunjateng.com, Senin (13/1/2020).

Dedi mengatakan, puncak dari itu semua adalah ketika momen peresmian kerajaan.

"Dari situ kami mulai menggeliat dan resah. Intinya resah, kegiatan yang amat sangat tidak paham," jelasnya.


Dedi mengatakan, dia sudah beberapa kali datang dan memperingatkan, namun pesan dan peringatan tersebut tidak berpengaruh apapun.

"Jujur saja kami takut, lalu apa yang sudah kami omongkan tidak mempan," ungkap dia.

Pihaknya setuju bahwa kasus ini menjadikan warga tidak kondusif, dan merugikan warga desa sendiri.

Untuk selanjutnya kebijakannya adalah menyerahkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Purworejo.

"Pemda tidak akan ambil tindakan selama masyarakat masih tenang saja dan adem ayem. Oleh karena itu kita mengambil sikap menolak," tambah Dedi.(Tribunnews.com)